Sunday, August 15, 2010

ALEXANDRA'S STORY

Well, mungkin kamu sudah bosan dengar cerita tentang dia. Tapi percayalah, Johnny, atau Johnny Ezra Martian Arnoldine ini adalah cowok paling luar biasa yang pernah kukenal. Pokoknya dia memang berbeda.

Pertama, dia (ehem) memang cakep. Tidak sembarang cakep! Dia punya darah bangsa kulit putih Eropa dari ayahnya, dan suku Indian Navajo dari ibunya. Eksotis nian...  

Thursday, September 10, 2009

The Illuminated Prince novel

THE ILLUMINATED PRINCE


THE FIFTH CHALLENGE OF SURVIVING YOUNG FIGHTERS



“WHEN YOU BELIEVE IN GOD, YOU WILL GET THE REAL MIRACLE AND MYSTERY OF KNOWLEDGE OF THIS UNIVERSE.”








Bab 1

REMINDER BOOK : for Your Plans and Tasks
4 Agustus 2008 : - Pelajari soal-soal Trigonometri di buku paket hal.17, minggu depan diterangkan (nah, Kalau ini aku baru mau ngerjain…)
- Buat karangan eksposisi mengenai fenomena Segitiga Bermuda selama 1 bulan sepanjang 4 halaman folio, bisa dicari informasinya dari sumber-sumber yang mendukung (APA?? Dasar guruku tak punya perasaan!)
5 Agustus 2008 : - Kumpulkan laporan mengenai percobaan reaksi asam basa yang dilakukan kemarin Minggu depan. (Heeeuuuuuhhhh..... Bisa rontok rambutku!!)
- Hukuman disuruh menulis kalimat permohonan maaf pakai bahasa Latin sebanyak
dua lembar folio karena aku tidur di kelas pas jam pelajaran bahasa Latin
(Gila aja! Otakku tuh lagi kekurangan Oksigen, bukan aku yang menidurkan diri
Sendiri!!)
6 Agustus 2008 : - Buat makalah mengenai kronologi Revolusi Prancis, meliputi tahun peristiwa, latar belakang, dan dampaknya bagi rakyat kecil dan bangsawan. Kumpulkan Minggu pertama April. (Buseett.... secara gitu aku bukan Alex!)

Johnny menutup buku pengingatnya dengan wajah pucat. PR-nya bukan main banyaknya di sekolah, membuatnya kurang tidur dan sering telat makan. Sudah tiga kali dia terkena maag dan masuk angin selama bulan ini. Mrs Arnoldine sudah beberapa kali menasihatinya untuk tidak tidur larut malam dan selalu menjaga pola makannya, juga tidak memforsir tugas-tugas sekolahnya. Tapi Johnny benar-benar kesulitan melakukannya karena ia selalu kebablasan dalam mengatur waktunya.

Ia bangkit dari kursi belajarnya dan berjalan menuju cermin di depan tempat tidurnya. Ia melepaskan kacamata tanpa bingkai itu dan meletakkannya di atas meja belajar. Ia memandang dirinya sendiri dengan kaget.

Seorang pemuda tampan berusia enam belas tahun berdiri dalam cermin. Kulitnya putih bersih, rambutnya cokelat tebal, matanya cokelat jernih indah berbentuk buah badam, tubuhnya ramping berotot, berhidung mancung tapi sering kena ledek teman-temannya karena mancungnya mirip paruh burung, berbahu lebar, tinggi tegap, berwajah tirus namun sangat tampan dan selalu segar.

Tapi ada yang aneh dengan wajah tampannya. Di sekeliling matanya ada lingkaran hitam, menunjukkan bahwa dirinya kurang tidur. Matanya merah dan berat, bibirnya kering, rambutnya berantakan dan wajahnya sangat pucat seperti vampir.
Ia menggeleng dan duduk di atas ranjang.

“Aku ingin semua ini selesai besok,” gumamnya. “Tapi aku letih sekali. Apakah aku sebaiknya tidur saja?”

Ia mengambil keputusan dengan berbisik “ya” dan segera saja ia terlelap di atas ranjangnya tanpa sempat mengenakan selimut.

*****

Paginya, Johnny bersiap-siap pergi ke sekolah dengan malas-malasan. Matanya yang sebelah kanan agak tertutup dan kehitaman, sedangkan yang kirinya sama sekali tidak terbuka. Ia membiarkan Casey mandi berlama-lama setelah ia shalat Shubuh, sementara ia berdiri menunggu sambil setengah tertidur di depan kamar mandi menunggu Casey selesai mandi.

Pukul 7.30 ia tiba di sekolah. Ia melihat teman-teman sekelasnya tampak mengantuk, kecuali Alex, Lee, dan Willy. Ketiga anak ini memang tidak menganggap PR banyak adalah beban lahir dan batin yang begitu berat, sekalipun ini terjadi pada tahun pertama mereka di SMA dan kadang membuat mereka menjadi sedikit pemarah. Baru saja satu tahun yang lalu mereka menerima ijazah dan STTB kelulusan SMP, tak terasa mereka sudah dicekoki PR sebanyak ini. Hal ini membuat Johnny tampak lebih kurus (padahal aslinya saja sudah kurus, gimana kalau tambah kurus?) atau mengalami ‘Penyusutan Lemak Jenuh’ menurut teori Charlie selama dua bulan terakhir ini, namun ia menjadi bertulang panjang karena ia sudah mulai memasuki fase lanjutan masa pubertasnya, dimana ia akan mengalami pertumbuhan yang cepat dan pematangan seksualnya (Biologi sedikit tak apa ya.....) Pertumbuhan tulangnya membuatnya lega, karena ia sungguh tak mau bertambah lebar ke samping dan membuatnya tampak seperti kalkun besar lezat. (padahal ibunya bilang Johnny sama sekali tak punya bakat gembrot)

Johnny mendekati meja Leo yang penghuninya sedang duduk menelungkup di kursinya.

Willy yang duduk di depannya tersenyum.

“Terlambat tidur,” ujar Willy menerawang. “Ia nekat menyelesaikan semua PR-nya dalam semalam. Jam satu dia baru bisa tidur,”

“Aku juga kurang tidur. Kau sudah menyelesaikan semua PR-mu?”

Willy mengangguk tenang.

Johnny sudah mengira Willy akan begitu. Willy dari sejak SMP adalah murid yang luar biasa, padahal umurnya cukup jauh lebih muda dari sepupunya sendiri, Leo. Bahkan dengan Johnny sendiri juga ia lebih muda. Kecerdasannya setara dengan Johnny dan ketekunan serta kerajinannya setara dengan Alex. Kalau sudah dikasih PR, sebanyak apapun dia akan menyikatnya habis seperti buaya kelaparan.

Soal ketertarikannya pada lawan jenis, Willy tidak begitu peduli atau memusingkannya atau membesar-besarkannya (padahal sebenarnya di dalam hatinya ia lagi kepincut sama Ryan yang lebih tua beberapa bulan darinya) karena sekarang yang ada di kepalanya hanyalah keinginan keras berjuang agar tembus ke Universitas Harvard (kira-kira sama besarnya dengan keinginan Alex untuk belajar di Universitas Cambridge atau Oxford). Padahal Willy juga terlahir tampan dan putih, bahkan imut (tapi kayaknya masih lebih ganteng dan imut Johnny) sehingga banyak gadis yang senang memandanginya.

Johnny tersenyum agak getir pada Willy dan pergi ke bangkunya sendiri.

Tiba-tiba Leo terbangun dan mengangkat kepalanya.

“Tadi ada apa sih?”

Willy menoleh dan nyengir pada sepupunya yang sedang menguap.

“Bicara soal pelajaran sekolah, masih tanya juga kau,” katanya sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Leo yang masih menguap. “Ayo cuci muka dulu!
Nanti kau dihukum kalau tidur pas pelajaran, apalagi pelajaran bahasa Latin. Kau kan tahu gurunya killer begitu, susah diajak kompromi kalau ada yang tidur di kelas. Entah kalimat apa yang ditulis lagi kalau ada hukuman nanti,”

Willy memandang Johnny yang menatapnya dengan ekspresi Squidward.

“Eh sori, Johnny. Aku tidak bermaksud menyindirmu soal hukuman itu,”

“Tidak apa-apa. Anggap saja aku baru digigit lalat tse-tse sehingga aku tidur terus.”

Willy mengangguk segan seakan Johnny adalah seniornya.

“Tapi menurutku seharusnya Mrs Dodgson jangan menyuruh menulis kata-kata ‘saya tidak akan tidur di kelas lagi’ atau ‘kalau kerjaanmu molor melulu di kelas lebih baik tidur sana di perpustakaan’. Nulis kata mutiara atau merangkum satu bab atau apalah, karena kalau caranya seperti itu bisa-bisa aku malah menjadi-jadi dengan membawa bantal ke kelas.”

Willy merasa Johnny sedang berusaha membuat lelucon di tengah-tengah rasa mengantuknya yang dengan sangat kurang ajar menyerangnya terus tiap pagi, maka itu ia tertawa kecil. Johnny menyeringai dengan tampang mengantuknya sambil duduk di
kursinya. Pemuda tampan itu mengeluarkan buku Fisikanya dan mulai membaca.

Ketika Willy menoleh pada sepupunya, ia melihat Leo sudah berdiri di depannya sambil menggosok matanya.

“Oke, aku akan mencuci muka dulu,” katanya tidak jelas. “Semoga kerannya tidak macet dan tidak ada kecoa di sana.”

Maka Leo pun berjalan meninggalkan bangkunya sambil mengigau, dan tahu-tahu ia menabrak seseorang di depannya sampai ia terjatuh. Saat ia menggelengkan kepalanya untuk melihat siapa yang terjatuh, ternyata itu James.

“Sori, James! Aku ketiduran barusan!”

“Tak apa, Leo!”

Leo membantu James bangun. Ia nyengir minta maaf dan segera pergi ke toilet. James masuk ke kelas dengan riang dan menghampiri bangku Johnny.

“Haha, ternyata kau sudah datang, Johnny Ezra Martian Arnoldine. Ini, aku mau mengembalikan buku Atheisme di Kalangan Ilmuwan milikmu. Buku serius tapi menarik, sampai-sampai aku tak bisa melewatkan satu paragraf pun di dalamnya.”
Johnny mengamati James yang tengah mengaduk isi tasnya. Beberapa saat kemudian ia mengeluarkan sebuah buku berukuran sedang dan tidak terlalu tebal bersampul putih itu.

“Aku saja belum selesai membacanya,” kata Johnny sebal. ”Kalau saja PR-nya tidak sebanyak ini, aku bisa punya waktu senggang untuk menyelesaikannya.”

Sementara Johnny masih menatapnya, James memandang ke sekelilingnya.

“Mana Alex dan Nancy, Jo?”

“Alex? Nancy?”

“Iya. Kau kan dari tadi di sini?”

Johnny menyipitkan matanya dan melihat ke bangku di belakang sebelah kirinya.

“Oh ya, kurasa tadi dia bersama Nancy keluar dulu. Biasa, gadis-gadis rajin.”


*****



Bab 2

Pada istirahat pertama itu, kondisi hati Johnny berangsur-angsur mulai membaik, bahkan matanya juga sudah melek sepenuhnya. Kemungkinan besar penyebabnya adalah karena guru bahasa Latin mereka, Mrs Dodgson, diganti dengan seorang guru pria yang lebih muda. Guru pria baru itu bernama Martin Caruso. Sedangkan Mrs Dodgson tak lagi mengajar mereka karena pindah ke sekolah lain. Walaupun Johnny senang karena ia tak perlu menyelesaikan hukumannya sampai jari-jari tangannya kisut, tapi sangat disayangkan baginya karena guru pria itu BERPARAS TAMPAN. Jadilah hampir seluruh siswi di kelas kehilangan kontrol dalam menyikapi kesan pertama bagi Mr Caruso, termasuk Alex dan Nancy yang sama-sama terpana histeris seperti lainnya.

“Wuaah…!” (sekelas)

“Ya Tuhan.” Bisik Johnny tak habis pikir.

“Uaah…!”

“Alex……! Diamlah!”

“Memangnya kenapa, Jo?”

“Itu….. agak kurang sopan….!”

Alex malah mengangkat sedikit tubuhnya dan mengulurkan tangan, menusuk pinggang

Johnny dengan telunjuknya sambil mengedip nakal.

“Hei!”

“Baiklah, honey. Aku tak akan mengulanginya lagi.”

Tapi sudahlah, biarkan saja. Toh Alex itu gadis yang baik-baik. Dia tak akan
bertingkah ganjen sekalipun di depan pemuda yang disukainya.

Maka itu kini Alex dan Johnny kembali akrab seperti biasa saat mereka pergi ke perpustakaan dengan Albert, James dan Nancy. Karena belum lapar dan terlalu awal untuk makan siang, mereka lebih suka mengisi waktu istirahat mereka pertama mereka di perpustakaan.

Ketika Johnny baru saja duduk di bangku panjang itu, beberapa gadis yang duduk kira-kira dua meter di sebelah kanannya terus meliriknya sambil mengobrol seru. Sesekali mereka cekikikan sambil terus melempar pandang padanya.

“Kau tahu siapa cowok itu?

“Yang mana?”

“Itu! Itu! Yang pakai kacamata, yang putih pucat! Yang…. Hidungnya agak aneh itu!”

“Hidungnya aneh?”

“Iya! Iya! Wuih, cakep banget deh!”

“Yang lagi pegang-pegang hidungnya? Oh, itu kan kakak kelas yang bulan kemarin
mimisan hebat gara-gara kena lemparan bola basket tepat di mukanya. Iya sih, emang cakep banget! Bagaimana, kau mau pedeka….”

Alex yang duduk di depan berhadapan Johnny mendengar hal itu dan langsung bangkit berdiri. Ia keluar dari bangku dan langsung pindah ke sebelah Johnny sambil menepuk-nepukkan benda tipis berkilat di tangannya ke tangan yang satunya dengan gaya mengancam yang meyakinkan. Dan Johnny baru sadar bahwa sejak tadi Alex membawa penggaris besi tajam dari kelas. Ia melirik gadis-gadis itu dengan jengkel.

“Nan, tolong duduk di sebelah Johnny yang satunya lagi yaa?”

Nancy tergelak dan melakukannya. Sementara itu, gadis-gadis yang cekikikan tadi langsung terdiam, terpaku ketakutan melihat benda logam di tangan Alex. Albert dan James yang kini duduk di depan mereka bertiga menggeleng.

“Wah, kau sekarang punya barikade yang cantik, Jo,” kata Albert sambil menyeringai.

“Atau Guardian Angel ( Malaikat Penjaga),” kata James. “Aku merasa beruntung punya dua sahabat wanita yang protektif. Tak hanya cantik tapi juga posesif. Kita ini cowok-cowok ganteng yang beruntung,”

Mereka berdua tertawa. Johnnya tersenyum ragu-ragu pada mereka berdua.

“Mm… tak apalah.”

Alex masih menepuk-nepukkan penggaris logamnya dan itu malah membuat Johnny ikut-
ikutan ngeri. Masalahnya karena Alex adalah atlet anggar , mau apa dia dengan itu?
“Itu gunanya punya sahabar yang protektif,” kata Alex penuh kemenangan. “Kami sahabat yang multi guna, kan? Sahabat merangkap Guardian Angel. Sayangnya kami belum dilengkapi rompi Kevlar yang anti peluru itu. jadi kau masih butuh Terminator pelindung, Jo.”

Albert dan James tergelak lagi. Alex nyengir.

“Memangnya John Connor?! Alex, kau terlalu banyak nonton film. Begini saja, karena
ada tim superhero G. I. JOE, sekalian saja kita bentuk atau ganti nama kelompok kita jadi G. A. JO – AR alias Guardian Angel of Johnny Arnoldine! Hahaha….!”

Mereka tertawa lagi dan bungkam tiba-tiba saat si pustakawati yang duduk di meja kerjanya mendelik galak pada mereka.

“Psst! Kita tidak boleh ribut.” Desis Nancy. Johnny memandang Nancy.

“Alex, Nancy, siapa sih gadis-gadis itu? sialan, apa tidak ada baju lagi mereka itu yang lebih santun selain rok mini dan kaus super ketat atau tank top?”

Alex mengetukkan penggaris besi itu ke meja sampai berdenting pelan.

“Mereka adik kelas kita, Jo. Satu geng, kurasa. Tahun lalu mereka mencoba menggoda beberapa orang kakak kelas termasuk Willy sehabis acara masa orientasi. Kasihan Willy, dia ketakutan sampai-sampai bersembunyi di toilet. Wajahnya merona merah.

Sekali lagi Alex mengetukkan penggaris itu ke meja dengan tatapan berbahaya pada gadis-gadis itu. Karena Alex terus mengawasi mereka dengan galak, maka gadis-gadis itu langsung bergegas pergi meninggalkan perpustakaan.

“Mereka tahu aku atlet anggar sekolah,” kata Alex tenang sambil meletakkan penggarisnya di atas meja.

...... sedang dipikirkan bagian ini...:D

Bab 3

“Jatuh! Jatuh! Ayo, acungkan pedangmu, idiot-acungkan dengan tajam-konsen! AAAARGH!”
James menusukkan ujung pedang yang tumpul itu ke dada Johnny dengan keras sehingga sahabatnya jatuh. Johnny jatuh telentang di atas lantai, helm anggarnya melorot sampai setengah kepalanya. Lalu James yang menunduk menindih tubuhnya mendesah pelan.
“Bangun, James! Aduuh, kau jangan meniduriku di sini!”
James berdiri sambil membuka helmnya. Wajahnya yang tampan tersenyum lebar. Rambut cokelatnya yang indah menjuntai luwes di pelipisnya. Dia menarik lengan Johnny untuk membantunya berdiri.
“Gila… ini benar-benar gila…”John terengah, berdiri susah payah.
“Kita istirahat dulu. Aku dehidrasi berat,” kata James sambil menarik helm Johnny dan mengajaknya duduk.
James mengambil botol air minum dari ranselnya dan meminumnya dengan satu tegukan namun dalam jumlah banyak. Sementara Johnny mulai minum dengan rakus seperti kuda kehausan setengah mati.
“Hei, tadi kau memanggilku idiot ya?”
Johnny yang sedang minum langsung tersedak keras sekali.
“Aduh! Airnya masuk dadaku! Sori James, tadi aku keceplosan!
“Sepertinya kau kebanyakan nonton film kekerasan yang penuh kata-kata kotor, Johnny.”

.... ini juga sedang dipikirkan....



bab 8

Johnny mengguncang tangannya berusaha melepaskan borgol yang menggantung. Ruangan pengap, panas dan suram itu membuatnya tak bisa berpikir jernih.

Wednesday, September 9, 2009

Si Ganteng Jatuh Sakit pas Liburan

"Masa dari kemarin pagi dia belum bangun juga?"

Albert menggeleng sambil meremas tangan pucat Johnny. 

"Aku sudah bilang kalau dia kemarin diculik dan.... entah disuntik entah apa. Pokoknya dia jadi tidak sadar begini."

"Bagaimana kalau kita membawanya ke rumah sakit sekarang?"

maka si Johnny pun dibawa ke rumah sakit......

******

Sedangkan Johnny sendiri baru bangun dan menyadari bahwa dirinya tengah berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan piama garis-garis. Dia menelengkan kepalanya dan melihat seorang perawat sedang menyiapkan suntikan. Wanita itu berbalik.

"Sudah siuman, anak muda?"

Johnny mengangguk gugup.

"Teman-temanmu bilang kalau kau sudah tidak sadar selama dua hari?"

Hah?! Dua hari?! Mati suri kalee...

"Nah sekarang aku akan mengambil sampel darahmu dulu. Aku curiga kau menenggak minuman keras dua hari yang lalu."

Gubrag. pingsan lagi dia.

si ganteng ternyata pingsan lagi sampai seminggu berikutnya. :-D